TERDAFTAR DI BPOM, APAKAH SUDAH PASTI HALAL?
Tahukah
Anda? Produk yang terdaftar di BPOM
RI, ternyata belum tentu mempunyai sertifikat halal.
Masih
banyak masyarakat yang bingung dengan regulasi peredaran produk di Indonesia.
Salah satunya berkaitan dengan izin edar dan sertifikasi halal produk. Sebagian
masyarakat berasumsi bahwa sebuah produk yang telah mengantongi izin edar juga
sudah dapat dipastikan kehalalannya. Benarkah demikian?
Sebelum
diizinkan beredar di Indonesia, sebuah produk harus melalui serangkaian proses
pemeriksaan keamanan produk. Hal ini guna menentukan kelayakan produk untuk
dikonsumsi oleh masyarakat, utamanya terkait dengan ada atau tidaknya kandungan
berbahaya dalam sebuah produk.
Jika
telah dinyatakan lolos uji keamanan, sebuah produk akan mendapatkan persetujuan
izin edar dari lembaga terkait seperti Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)
Republik Indonesia (RI). Produk pun diwajibkan untuk mencantumkan bukti
persetujuan izin edar pada kemasan produknya berupa logo atau label tertentu,
sesuai dengan jenis produk.
Sementara
itu, terkait dengan sertifikasi halal, persetujuan izin edar menjadi salah satu
dokumen yang dipersyaratkan dalam proses sertifikasi halal. Lembaga Pengkajian
Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI), dalam
menjalankan fungsinya Lembaga Pemeriksa Halal (LPH), selalu menekankan prinsip
halalan thayyiban.
Artinya,
sebuah produk yang dinyatakan halal, juga harus dinyatakan aman dikonsumsi.
Jika dinyatakan berbahaya, maka secara otomatis produk tersebut tidak bisa
mendapatkan sertifikat halal. Hal ini merupakan bentuk kontribusi LPH LPPOM MUI
dalam menjaga konsumen Indonesia untuk dapat terus mengonsumsi produk yang aman
lagi halal.
“Logo
halal MUI yang tercantum dalam kemasan produk merupakan bukti bahwa suatu
produk telah melalui serangkaian proses pemeriksaan halal yang menjadi landasan
dikeluarkannya fatwa bahwa produk tersebut halal dikonsumsi,” terang Direktur
Eksekutif LPPOM MUI, Ir. Muti Arintawati, M.Si.
Muti
menekankan bahwa izin edar dan sertifikasi halal dilakukan oleh dua lembaga
yang berbeda dengan dua proses pemeriksaan yang berbeda. Karena itu, dapat
dipastikan saat ini belum semua produk dengan persetujuan izin edar juga telah
mengantongi sertifikat halal.
“Adapun
sebaliknya, karena persetujuan izin edar menjadi salah satu prasyarat dokumen
yang harus dipenuhi dalam proses sertifikasi halal, maka produk yang sudah
disertifikasi halal juga dapat dikatakan aman dikonsumsi oleh masyarakat,”
jelas Muti.
Baik
izin edar maupun sertifikat halal, keduanya telah diatur dalam regulasi oleh
Pemerintah Indonesia. Salah satunya tercantum dalam Undang-Undang Nomor 18
Tahun 2012 tentang Pangan. Adapun regulasi terkait kewajiban produk halal
secara khusus dituangkan dalam Undang-Undangan Nomor 33 Tahun 2014 tentang
Jaminan Produk Halal.
Karena
telah memiliki kekuatan hukum, ketika ada oknum produsen atau penjual yang
melakukan penipuan atau pemalsuan produk terhadap konsumen dengan mencantumkan
persetujuan izin edar maupun logo halal pada kemasan produknya tanpa melalui
proses izin edar maupun sertifikasi halal, maka tindakan ini dapat dituntut
secara hukum.
Adapun
sanksi yang diterima pelanggar dapat berupa sanksi administratif seperti denda,
penghentian sementara dari kegiatan produksi dan/atau peredaran, penarikan
produk dari peredaran oleh produsen, ganti rugi, hingga pencabutan izin.
Komentar
Posting Komentar